SELAMAT DATANG di blog ESTUBIZI Business Center | Business & Leisure. Tersedia layanan (klik pilihan Anda): seminar & training services | meeting services | serviced office | coworking space | VOTE: virtual office
Silakan hubungi: 021-5290.5299 [Kuningan] | 021-2751.5225 [Wolter Monginsidi] | whatsapp/line: 0821.2400.6088 | Twitter: @estubizi | email: marketing@estubizi.com | www.estubizi.com

Senin, 19 September 2011

Melihat Solusi Alternatif untuk Jakarta

Sebuah Ajakan untuk Lebih Mencintai Ibukota Kita 
~ Benyamin Ruslan Naba, pemerhati Jakarta, bukan pakar transportasi 
“We can't solve problems by using the same kind of thinking we used when we created them.” ~ Albert Einstein


Pernyataan Albert Einstein di atas, sudah pasti bukan ditujukan untuk Kota Jakarta. Tetapi setelah saya membaca dan mencermatinya, terasa sekali bahwa ungkapan manusia terpandai di muka bumi itu, amat sangat pas untuk Kota Jakarta. Berpikir out-of-the box!


Ketika kota Jakarta dibangun, pastilah belum terpikir sama sekali akan jadi semacet sekarang. Kini, bangunan tumbuh semakin pesat, bak jamur di musim hujan. Lihat saja sekarang, tidak kurang dari 20 gedung pencakar langit - apartemen, mal dan gedung perkantoran - sedang dan akan dibangun di seantero wilayah ibukota ini. Jumlah mal saat ini sudah lebih dari 50 bangunan, sehingga macet tidak lagi hanya terjadi pada hari kerja, namun sudah merembet ke hari Sabtu dan Minggu. Bukan main! Kemacetan Jakarta sedang merebak cepat seperti tumbuhan eceng gondok di Kali Ciliwung. 


Andaikan Google search bisa mencarikan kata yang paling menjadi momok di benak para penghuni dan "pengunjung tetap"Jakarta, maka akan keluar satu kata: MACET! Dan yang lebih mengerikan lagi, ancaman kemacetan total tahun 2014 agak sukar untuk dihindari jika tidak segera diambil tindakan yang signifikan.


Dalam blog ini, saya pernah menuliskan tentang ajaran seorang kawan jurnalis senior bahwa dalam peliputan suatu berita bisnis, yang pertama harus dicermati adalah "Fakta (F)", kemudian buatlah "Kesimpulan (K)" dan terakhir berilah "Rekomendasi (R)". Konsep FKR ini meresap dalam pikiran saya, dan kerap saya gunakan untuk mencermati bisnis dan kegiatan yang saya lakukan. Dalam dunia bisnis dan entrepreneur, Rekomendasi inilah yang kita kenal sebagai Solusi, Solusi dan Solusi. (Silakan baca: http://estubizi.blogspot.com/2010/10/start-your-virtual-office-on-sunday-10.html).


Dalam suatu kesempatan saya ber-twitter dengan salah seorang kandidat Gubernur DKI, beliau mengatakan bahwa untuk mengatasi kemacetan Jakarta adalah membenahi transportasi publik. Berikut ini kita simak centang perenang pembenahan transportasi publik yang menurut Polda Metro Jaya saat ini jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta ada 11.362.396 unit yang terdiri dari roda dua sebanyak 8.244.346 unit dan roda empat sebanyak 3.118.050 unit. Dari jumlah ini, 98 persen adalah kendaraan pribadi sisanya sebanyak 859.692 unit atau 2 persennya angkutan umum yang mengangkut 66 persen  total penduduk Jakarta. Silakan baca Tribun Manado: Kemacetan di Jakarta Sudah di Luar Nalar (747 Titik Macet)! http://manado.tribunnews.com/2011/08/05/kemacetan-di-jakarta-sudah-di-luar-nalar-747-titik-macet. Data Polda Metro Jaya yang ditulis Kompas Juni 2011, jumlah kendaraan di Jakarta adalah 11.997.519 unit.


Di akhir Juni 2011, harian KOMPAS menuliskan serangkaian berita yang komprehensif tentang transportasi publik di Jakarta. Dikatakan bahwa kereta rel listrik (KRL) yang menjadi andalan transportasi yang mampu mengangkut banyak penumpang, ternyata hanya sanggup mengangkut 400.000 penumpang komuter Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi per hari. Padahal targetnya KRL sanggup melayani 1,2 juta penumpang pada tahun 2014 dan berarti harus membeli 130-160 unit KRL setiap tahun plus mendanai tempat parkir kereta yang luas, gardu dan pasokan listrik, stasiun, pintu pelintasan dan sebagainya. (Headline Kompas, 27 Juni 2011)


Di sisi lain, angkutan bus makin merana. Jika tahun 2002 angkutan bus adalah salah satu moda transportasi favorit untuk mengantarkan kita ke tempat kerja (38,3%), pada tahun 2010 bus hanya dipilih oleh 12,9% pekerja di Jakarta. Menurut rencana, bus TransJakarta yang sanggup mengangkut 300.000-370.000 penumpang per hari ini, baru akan ditambah 180 unit armada hingga akhir 2012. Dalam kurun waktu tersebut, sudah pasti jumlah kendaraan pribadi juga akan bertambah seiring dengan makin kinclong-nya model motor dan mobil keluaran terbaru.


Daya tarik pembiayaan motor yang relatif murah dan biaya yang jauh lebih hemat, telah membuat kenaikan lebih dua kali lipat menjadi 48,7% dari moda transportasi yang dipakai ke tempat kerja. Salah satu penyebabnya: karena motor bisa menembus kemacetan daripada moda transportasi lainnya, dan mengantarkan orang bisa tiba di tempat tujuan. 


Melihat angka-angka tersebut di atas, sudah pasti kualitas angkutan umum yang tidak membaik dan kelambanan pengadaan bus TransJakarta, akan menambah jumlah kendaraan pribadi, terutama motor.


Mana lebih banyak: jumlah kendaraan atau manusianya?
Dalam berita yang ditulis Kompas, diperkirakan ada sekitar 50% penduduk Bekasi atau sebanyak 1,15 juta orang yang bekerja di Jakarta. Begitu pula kemacetan dari arah Bogor, Depok, dan Tangerang akibat derasnya arus manusia menuju Jakarta sudah menggambarkan betapa banyaknya manusia yang bekerja di Jakarta. Keberadaan kota-kota mandiri juga ternyata belum sepenuhnya menjadi mandiri karena semua kota tersebut masih mengandalkan Jakarta untuk mata pencaharian penduduknya. Jakarta adalah magnet superlengket bagi penduduk di sekitarnya.


Pertanyaannya sekarang, bila sudah atau dapat dilakukan Reduce (mengurangi/membatasi jumlah kendaraan pribadi), kemudian dilakukan Replace (menggantikan kendaraan pribadi dengan kendaraan umum yang nyaman dan aman), kini saatnya melakukan Remove (memindahkan pekerja di Jakarta ke kota-kota di sekitarnya, atau bekerja dari rumah). Hal ini pernah saya tulis di blog ini beberapa waktu yang lalu. Silakan baca: YUK ATASI MACET JAKARTA ~ Just VOTE: Reduce, Replace, Remove.
Klik: http://estubizi.blogspot.com/2011/08/yuk-atasi-macet-jakarta-just-vote.html


Kini Saatnya REMOVE!
Belum lama ini di Harian Kontan, Bappenas mengusulkan penghentian sementara atau moratorium pembangunan properti seperti mal dan apartemen di wilayah Jakarta, tiga hingga lima tahun mendatang. Namun hal itu nampaknya sulit dilakukan karena setiap kota selalu ingin berlomba menjadi daerah yang paling menarik dan mempunyai pendapatan daerah yang tinggi.


Bagaimana dengan ide memindahkan orang kerja (karyawan) ke rumah mereka masing-masing? Apakah hal itu mungkin dilakukan? Sangat mungkin! Beberapa orang teman saya menjalankan kegiatan konsultan manajemen dengan dukungan virtual office. Karyawan tetapnya hanya dua orang, sekretaris dan mobile messenger, sedangkan tim konsultan terdiri dari para freelancer yang berkantor langsung di kantor klien. Ada lagi kantor perdagangan alat transportasi berat, dia menjalankan bisnisnya dari rumah dan beralamatkan virtual office. Ada juga seorang lawyer yang menyimpan datanya di server Google Apps dan mengatur jadwal pertemuan rutin dengan kliennya di kantor virtual office (Baca: http://estubizi.blogspot.com/2011/09/kisah-keberhasilan-andi-menemukan.html).


Anda bisa menggal lebih jauh tentang manfaat yang dapat Anda nikmati melalui virtual office dengan membaca situs www.estubizi.com. Atau beragam pengetahuan dari pengalaman virtual office di manca negara juga dapat Anda simak melalui fans page facebook VOTE: Virtual Office @ESTUBIZI --> http://www.facebook.com/pages/VOTE-Virtual-Office-Estubizi/151608461595430


Apa manfaat lain Virtual Office


  • Mendukung program Jakarta Go GREEN 
  • Efisiensi waktu dan kualitas waktu yang lebih baik bersama keluarga Anda
  • Kolaborasi antara Anda dan karyawan dapat mengandalkan Google Apps yang sudah semakin baik feature-nya
  • Tetap bisa menerima telepon darimana dan kapan saja (call forwarding)
  • Mempunyai asisten yang dapat mendukung pekerjaan Anda
  • Tidak perlu membayar sudut-sudut ruangan yang biasanya harus Anda bayar ketika menyewa suatu ruangan kantor tradisional
  • Tidak perlu membayar langganan listrik dan mengurangi biaya parkir
  • dan lain-lain seperti yang bisa Anda baca di sini: http://estubizi.blogspot.com
Mengubah paradigma bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi bisa diwujudkan. Perlahan namun pasti, virtual office niscaya akan menjadi alternatif solusi kreatif untuk mengurangi kemacetan Jakarta dan memberikan manfaat kepada banyak orang. Bagaimana dengan Anda?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar